Sepotong Roti


Sosok itu duduk di pinggir jalan. Tangan kanannya menggenggam erat sebuah plastik. Tangan kirinya memegang gitar kecil.

“Hey, mengapa kamu melamun ?” tegurnya padaku yang duduk beberapa jengkal darinya. Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku sibuk memegangi perutku yang keroncongan.

“Kamu lapar, ya ?” tanyanya kemudian sambil menyodorkan kantong plastik kepadaku. “Ambillah. Aku rasa kamu lebih membutuhkannya,” katanya lagi.

Aku mengamatinya sejenak. Lalu, mengambil plastik yang ia berikan. “Apa ini ?” tanyaku.

“Bukalah. Kau akan tahu,” katanya sambil berdiri dan siap pergi.

Aku membuka plastik itu. Sepotong roti isi coklat masih terbungkus rapi. Aku mengambilnya dan saat aku ingin menawarkan pada sosok pembawa gitar itu, ia sudah tidak ada.

Hari-hari berikutnya, aku datang lagi ke tempat yang sama. Mencari sosok yang perangainya begitu indah. Sayang, aku tidak jua menemukannya. Padahal, aku ingin berterima kasih padanya. Kalau saja Tuhan mengizinkanku kembali bertemu dengannya, ingin sekali aku menyapanya, “Namamu siapa ? Namaku Indah.”


0 Responses